“Bang
Toyib” merupakan judul lagu yang begitu ngetrend ditelinga kita semua, dimana
disalah satu bait lagu tersebut berisi tentang seseorang yang tidak
pulang-pulang lebih dari tiga tahun, tiga kali puasa dan tiga kali lebaran.
Judul lagu ini sangat cocok pula kita samakan dengan perjalan program PLPBK di
desa Kubang Utara Sikabu Kecamatan Lembah Segar Kota Sawahlunto yang memakan
waktu yang lebih kurang sama dengan judul diatas.
Secara
topografi desa ini dikelilingi oleh perbukitan dan hutan belantara, dengan luas
wilayah ±1.138 Ha. Penduduk Desa ini berjumlah 1059 jiwa dengan 309 KK, dan
mayoritas pekerjaan masyarakat disini adalah petani, tukang dan pedagang. Di
desa ini juga terdiri dari 6 Dusun, yaitu Dusun Air Gantang, Dusun Pondok Batu
Dalam, Dusun Padang Elok, Dusun Mata Air, Dusun Luak Badai dan Dusun Sumpahan.
Desa
ini mulai mendapatkan program P2KP/PNPM-MP tahun 2006 yang lalu dan
terbentuklah organisasi BKM Nurul Ikhlas untuk memfasiltasi keberadaan serta
eksistensi perjalanan program P2KP/PNPM-MP di tengah masyarakat. Pada tahun
2008 BKM Nurul Ikhlas merupakan salah satu desa yang mendapatkan program
penanggulangan kemiskinan terpadu (PAKET) di Kota Sawahlunto yang saat itu cuma
4 desa yang meraih program tersebut. Salah satu indikasi dan syarat mendapatkan
program PAKET adalah tingkat pengembalian dana bergulir atau Repayment Rate (RR) harus diatas 90%.
Semenjak adanya kegiatan dana ekonomi bergulir memang desa ini merupakan
satu-satunya yang RR selalu 100% dari empat desa yang mendapatkan PAKET di tahun tersebut.
Sesuai
dengan tingkat perkembangan dan intervensi program tentulah BKM ini bisa untuk
diajukan pada program lanjutan di PNPM-MP yaitu penataan lingkungan pemukiman
berbasis komunitas (PLPBK), karena desa ini telah mendaptkan program reguler
dan PAKET. Pada tahun 2009 akhirnya BKM Nurul Ikhlas berhasil mendapatkan
program PLPBK tersebut, bersamaan juga dengan dua desa lagi yakni Balai Batu
Sandaran dan Kolok Nan Tuo di Kota Sawahlunto.
Program
PLPBK merupakan suatu program yang baru dilaksanakan di Kota Sawahlunto dan
bahkan di lingkup Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2009 tersebut, dan
tentulah banyak aturan dan standar operasional prosedur baru yang harus kita
semua pelajari, pahami dan laksanakan supaya tidak menyalahi kegiatan PLPBK
kedepannya. Banyak aturan dan prosedur yang belum biasa atau awam bagi kita
semua misal saja masyarakat harus melakukan perekrutan tenaga ahli (TA) dan
adanya konsultan pendamping tersendiri dimulai dari Korkot, Askot dan
fasilitator (Faskel) untuk mendampingi program ini.
Seiring
berjalannya waktu dan telah masuknya dana perencanaan 20% dari dana Rp.1Milyar,
maka masyarakat mulai menyusun perencanaan untuk memanfaatkan dana PLPBK
tersebut. dalam penyusunan perencanaan ini masyarakat desa Kubang Utara Sikabu
mulai punya banyak ide dan rencana dimulai dari tempat pengolahan pertanian
coklat, pembuatan sarana air bersih hingga akhirnya masyarakat mencapai
kesepakatan bersama memanfaatkan dana PLPBK untuk pengembangan “kawasan peternakan ayam petelur” dan dalam
penyusunan perencanaannya memakan waktu hampir 2 tahun (2009-2011) .
Dilihat
dari konsep program PLPBK memang usulan masyarakat ini tidak mencerminkan
penataan pada sebuah kawasan pemukiman yang kumuh atau banyak masyarakat
miskin. Namun karena program ini sangat baru di jalani dan bisa dikatakan pada
tahap uji coba (pilot) di Sawahlunto dan Provinsi Sumatera Barat. Setelah
masyarakat memfinalkan penyusunan perencanaan untuk kawasan ayam petelur
barulah banyak muncul kritik dan saran untuk supaya bisa mengakaji ulang
perencanaan masyarakat tersebut dari berbagai pihak. Kalau kita bicara masalah
dalam proses perencanaan mungkin di desa ini yang paling komplek permasalahan
dari tiga desa yang mendapatkan PLPBK di Sawahlunto, tetapi kita tidak akan
membahas masalah tersebut satu persatu, sebab kata pepatah “Nasi Telah Menjadi
Bubur” dan kita tidak bisa mencari ini salah
siapa dan ini dosa siapa? yang pasti kita harus bisa menjadikan “Bubur”
tersebut dikemas dan dijadikan makanan serba guna kedepannya.
Setelah
masyarakat selesai dalam tahap perencanaan maka ada satu lagi masalah besar
yang harus bisa dicarikan solusinya yakni tidak adanya kepastian tentang
kelanjutan dana BLM kedua (50%) dan BLM ketiga (30%) untuk pelaksanaan kegiatan
fisik untuk desa ini, sementara dua desa lagi telah melaksanakan dan
memanfaatkan dana Fisik tahap 50% pada akhir tahun 2010. Apa alasan pastinya
kami pun tidak mengetahui penyebab keterlambatan pencairan BLM 2 (fisik)
tersebut.
Akhirnya
pada tahun awal tahun 2012 barulah dana BLM 2 (50%) dicairkan dan masyarakat
mulai melakukan kegiatan fisik dari perencanaan kawasan ayam petelur yang
diawali dengan pembukaan jalan menuju areal peternakan ayam petelur yang menggunakan
alat berat dan dilanjutkan pada kegiatan pembangunan kandang ayam dan fasilitas
pendukungnya. Untuk BLM 3 (30%) dilaksanakan pada akhir tahun 2013 yang lalu
yang dananya digunakan untuk peningkatan
jalan rabat beton, pembuatan saluran dan dinding penahan. (untuk data
kegiatannya lengkap fisiknya dapat kita lihat pada tabel berikut)
Kegiatan
|
Dana
BLM (Rp)
|
Pembukaan Jalan Menuju Kawasan Dengan Alat Berat
|
46.169.000,00
|
Pemb. Gudang dan Kantor
|
114.800.000,00
|
Pemb. Kandang Ayam Petelur
|
239.031.000,00
|
Pemasangan Jaringan Listrik
|
10.000.000,00
|
Penyempurnaan Fisik Kandang Ayam
|
65.360.000,00
|
Pemb. Jalan Beton, Didning Penahan dan Saluran
|
90.000.000,00
|
Pemb. DAM Keliling Kandang
|
173.491.000,00
|
Pemb. Plat Duiker, Pemb. Ipal, Rumah Kotoran Ayam
|
126.509.000,00
|
Oleh:
Parima Mulyandi,
Am.D
SF Tim 2.03
Sawahlunto
No comments:
Post a Comment